Sumedang, Jawa Barat – Gunung Ciremai, sang mahkota tertinggi Jawa Barat, selalu menawarkan pesona sekaligus tantangan bagi para pendaki. Di balik keindahannya yang memukau, gunung ini menyimpan pelajaran berharga, seperti yang dialami oleh Yayat Ruhiyat, seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) di Pemerintah Daerah Kabupaten Sumedang. Baru-baru ini, WisBan (WisataBandung.net) berkesempatan mewawancarai Kang Yayat, sapaan akrabnya, untuk berbagi pengalaman pendakian tektoknya yang penuh hikmah.
WisBan: Assalamualaikum Kang Yayat, terima kasih atas waktunya untuk berbagi cerita pendakian di Gunung Ciremai. Bagaimana kabarnya hari ini?
Yayat: Waalaikumsalam. Alhamdulillah baik, terima kasih kembali atas kesempatannya.
WisBan: Kang Yayat, Anda baru saja melakukan pendakian tektok ke Gunung Ciremai. Bisa diceritakan bagaimana pengalaman pendakian tersebut?
Yayat: Betul sekali. Pendakian kali ini menjadi pelajaran yang sangat berharga bagi saya. Awalnya, saya cukup percaya diri karena beberapa kali mendaki gunung yang lebih rendah. Namun, Ciremai memberikan “tamparan” yang cukup keras.
WisBan: “Tamparan” seperti apa yang Anda maksud, Kang?
Yayat: Jadi begini, saya berangkat dengan target pendakian tektok, naik dan turun dalam satu hari. Saya memperkirakan waktu tempuh naik sekitar 6 jam dan turun 4 jam seperti umumnya. Namun, kenyataannya berbeda. Saat mulai mendaki dari Pos 5 menuju puncak, lutut saya tiba-tiba terasa sakit. Rupanya, saya mengalami cedera.
WisBan: Wah, pasti sangat mengganggu ya, Kang?
Yayat: Sangat! Rasa sakitnya luar biasa. Akibatnya, waktu turun yang seharusnya 4 jam molor menjadi 6 jam. Saya harus berjalan perlahan dan sangat berhati-hati. Ini benar-benar menunjukkan bahwa saya kurang persiapan fisik yang matang untuk menaklukkan Ciremai, apalagi dengan sistem tektok.
WisBan: Anda menyebutkan bahwa pendakian tektok membutuhkan persiapan fisik yang lebih. Bisa dijelaskan lebih lanjut, Kang?
Yayat: Tentu. Pendakian tektok berarti kita harus mengeluarkan energi dua kali lipat dalam waktu yang relatif singkat. Kita tidak punya waktu istirahat yang cukup di atas gunung. Jadi, kondisi fisik yang prima adalah kunci utama. Saya akui, sebelum mendaki kali ini, saya kurang maksimal dalam latihan fisik.
WisBan: Selain fisik, apakah ada hal lain yang menurut Anda perlu dipersiapkan dengan matang sebelum mendaki Gunung Ciremai?
Yayat: Banyak sekali. Gunung Ciremai itu bukan tempat untuk main-main. Jaraknya jauh, ketinggiannya di atas 3000 meter, dan banyak trek yang sangat curam. Persiapan mental juga penting. Kita harus siap menghadapi segala kemungkinan, termasuk perubahan cuaca yang ekstrem. Selain itu, perlengkapan mendaki yang memadai juga wajib hukumnya. Jangan sampai ada perlengkapan penting yang tertinggal.
WisBan: Anda menyebut diri Anda sebagai pendaki FOMO (Fear of Missing Out). Bisa dijelaskan maksudnya, Kang?
Yayat: (Tertawa kecil) Iya, saya akui. Kadang saya terlalu bersemangat ikut ajakan teman-teman mendaki tanpa benar-benar mengukur kemampuan diri dan mempersiapkan segalanya dengan matang. Pengalaman di Ciremai ini menjadi pelajaran yang sangat berharga agar saya tidak lagi menjadi pendaki FOMO. Saya harus lebih realistis dan bertanggung jawab terhadap diri sendiri.
WisBan: Lalu, apa pesan yang ingin Anda sampaikan kepada calon pendaki Gunung Ciremai, khususnya bagi mereka yang berencana melakukan pendakian tektok?
Yayat: Pesan saya sangat jelas: Persiapkan diri Anda sebaik mungkin! Latihan fisik yang rutin dan terukur itu wajib. Pelajari jalur pendakian, perkirakan waktu tempuh, dan bawa perlengkapan yang sesuai standar. Jangan pernah meremehkan Gunung Ciremai. Gunung ini indah, tapi juga bisa sangat berbahaya jika kita tidak siap. Belajar dari pengalaman saya, jangan sampai ketidakpersiapan justru membahayakan diri sendiri dan orang lain. Gunung bukan tempat untuk membuktikan ego, tapi untuk menikmati keindahan alam dengan rasa hormat dan tanggung jawab.
WisBan: Terima kasih banyak atas sharing pengalamannya yang sangat berharga ini, Kang Yayat. Semoga cedera lututnya segera pulih dan pengalaman ini menjadi bekal yang baik untuk pendakian selanjutnya.
Yayat: Sama-sama. Semoga cerita ini bermanfaat bagi teman-teman yang berencana mendaki Gunung Ciremai. Salam lestari!
Pengalaman Kang Yayat Ruhiyat menjadi pengingat bagi kita semua bahwa mendaki gunung, apalagi dengan sistem tektok, membutuhkan persiapan yang matang. Gunung Ciremai dengan segala tantangannya mengajarkan pentingnya kesadaran diri, tanggung jawab, dan rasa hormat terhadap alam. Jangan sampai semangat yang berlebihan tanpa persiapan justru membawa petaka. Mari jadikan setiap pendakian sebagai pembelajaran dan pengalaman yang memperkaya jiwa.